Fenomena Elok Gen FM

Radio yang satu ini memang fenomenal! Namanya GEN FM, mengudara pada frekuensi 98,7. Baru muncul dalam hitungan dua tiga tahun saja, radio yang menyasar kaum muda ini mampu menjulang dan mengalahkan radio lain yang lebih dulu mapan. Menurut survey Nielsen, per Maret/April GEN FM menduduki posisi teratas untuk jumlah pendengar. LUAR BIASA!!!

Selama ini, posisi teratas tidak pernah jauh dari sejumlah radio dangdut atau yang berkaitan dengan dangdut dan pendengar kelas menengah bawah seperti SPFM atau Bens Radio. Radio mapan yang sempat pula berada di puncak sekelas Sonora atau Elshinta. Keempat stasiun radio tersebut sudah berumur. Rata-rata lahir pada 1970-an. Sedangkan GEN FM? Seperti disebutkan diawal, baru seumur jagung.

Apa rahasianya?

Mungkin ini juga menjadi pertanyaan banyak pendengar dan juga praktisi radio lainnya. Apa sih rahasia GEN FM sehingga bisa melejit dalam waktu singkat? Apakah mereka betul-betul melejit? Atau akan kembali mereduk dalam beberapa waktu ke depan?

Berikut analisisnya :
1. Musik.
GEN FM memilih segmen pecinta musik Indonesia dengan sangat tepat. Artinya, mereka hanya memutar lagu-lagu populer saja. Lagu tidak populer, lupakan GEN FM. Sehingga, pola pemutaran lagu di radio ini cenderung menerabas patokan yang biasa dijalankan radio lain. Misalnya, sebuah lagu bisa saja diputar lebih dari 2 atau 3 kali dalam sehari, jika lagu itu memang sangat disukai pendengar. Selama ini, sebuah radio cenderung membatasi munculnya sebuah lagu.

2. Format Siaran.
Pengelola GEN sangat jeli menerapkan format siaran yang ringan, santai dan menghibur. Kadang sangat kreatif dan tidak terpikirkan oleh radio lain. Maka jangankan radio kompetitornya yang sama-sama mengandalkan musik Indonesia, radio lain yang membidik segmen anak muda pun bisa dilewati. Silahkan dengar para penyiar GEN, mereka cenderung sedikit bicara. Saya sering mengitung durasi obrolan atau cuap-cuap penyiar GEN, tidak pernah lebih dari 7 menit. Durasi ini sesuai dengan hasil banyak survey tentang daya tahan telinga mendengarkan sesuatu yang sama. Sebenarnya, survey ini sudah diketahui oleh banyak praktisi radio, tapi cenderung diabaikan. Coba saja dengar radio lain, yang penyiarnya sangat suka bicara dalam waktu sangat panjang (lebih dari 10 menit).
Bahkan, ketika interaksi dengan pendengarpun, GEN mampu membuat obrolan yang simpel, tidak bertele-tele namun tetap asyik didengar. Berbeda sekali dengan kebanyakan radio, yang pendengarnya bisa mengudara seenak mulutnya.
Saya pikir, format ini sesuai dengan GEN FM di Malaysia, karena di sana pun menuai sukses serupa. FYI, GEN merupakan hasil kerja sama Grup Mahaka dengan Astro Malaysia, yang memiliki radio GEN di Malaysia.
3. Punya Ciri Khas.
Radio lain kebanyakan tidak punya ciri khas. GEN? Punya. Ciri khas ini penting untuk memerkuat citra radio tersebut. Dan GEN memposisikan diri sebagai radio gaul anak muda yang kreatif dan kadang GOKIL. Acara ’Salah Sambung’ menjadi salah satu ciri khasnya. Tempat saya dulu bekerja - DELTA FM – punya ciri khas berupa insert agama yang tidak menggurui (sekarang sudah tidak ada). Saat itu, insert agama semacam itu tidak dimiliki radio lain, dan sangat digemari pendengar.

4. Kembali ke Khitahnya.
Ada beberapa jenis siaran di GEN yang kembali memerkuat karakter radio, yang hanya didengar selintas, hanya suara dan mampu membangkitkan imajinasi. Jika Anda menonton televisi, maka setiap saat stasiun televisi itu bisa menunjukkan siapa mereka, acara apa yang sedang ditonton dan acara selanjutnya, kapan saja setiap saat. Lalu bagaimana dengan radio? Bagaimana cara pendengar tahu radio apa yang sedang disimaknya, acara apa yang didengarnya dan acara apa yang akan dinikmati berikutnya? GEN selangkah lebih maju dengan memutarkan cuplikan lagu-lagu yang akan diputar satu jam berikutnya. Saya tidak pernah mendengar teaser semacam ini di radio lain.

5. Selalu BEDA.
Saya melihat GEN selalu ingin berbeda dengan radio lain. Keinginan itu begitu kuat terasa dalam setiap outputnya, yang enerjik dan dinamis. Penyiarnya tidak pernah kekurangan bahan untuk berbicara, semua selalu mengalir lancar. Saya kira, GEN memersiapkan siarannya dengan sangat matang. Dugaan saya, tidak ada siarannya yang dilakukan secara spontan. Semua terencana!

Perbedaan itu juga terlihat dari kerjasama GEN dengan TVOne. Jika radio lain memposisikan diri lebih rendah kastanya dengan televisi, maka GEN mampu menunjukkan bahwa radio juga SETARA dengan teve. Silahkan simak acara ’Satu-satunya’ yang disiarkan bersama oleh GEN FM dan TVOne setiap hari Senin sampai Jumat jam 13.30 – 14.30. Di acara tersebut, penyiarnya selalu menyatakan bahwa siaran ini dilakukan bersama. Sekali lagi bersama. Bukan GEN merelay TVOne atau sebaliknya. Bukti siaran bersama itu terlihat pula dari beberapa segmen acara di GEN yang masuk ke dalam materi siaran ’Satu-satunya’. Acara yang memang dibuat secara bersama-sama. Selama ini, banyak radio yang hanya ’nyantol’ saja dengan merelay program milik TV.

Meski penuh dengan kelebihan sehingga menjadikan GEN FM melesat, ada juga beberapa kelemahannya. Tak ada gading yang tak retak bukan? Misalnya ketika menyebutkan nomor telepon (apalagi nomor telepon pengiklan), para penyiar GEN seperti ’nyuekin’ pendengar, karena hanya sekali sebut dan dengan tempo yang sangat cepat.
Mana mungkin pendengar Anda bisa mengingat nomor-nomor telepon sekali sebut itu?
+pernah dengar untuk menarik pendengar ama gen fm [sebelum resmi mengudara] juga muter lagu terus menerus, tanpa penyiar. hanya id’s plus lagu saja ?

: ada yang bilang sekarang orang cenderung nyari radio yang full musik, mini kata atau more music less talk.

-ebagian besar radio ketika mulai mengudara memang seperti itu. Musik terus tanpa iklan bahkan tanpa penyiar.
Tapi jarang yang langsung sukses seperti Gen FM.

Sedari dulu, orang Indonesia memang cenderung mendengarkan radio untuk menikmati musik. Itu hasil ‘binaan’ bapak pembangunan kita - almarhum Soeharto.

Sejak reformasi, terjadi perubahan pada sebagian masyarakat, yang juga mulai menempatkan radio sebagai sumber informasi utama.
+

Pertama kali saya searching info tentang keradioan, setelah ketemu banyak artikel di sini, komentar saya buat Bung Dodi…..Dahsyat (seperti kata Tung Desem Waringin), dan Luarrrr Biasa (mengutip Andre Wongso).

Kebetulan saya juga di radio, salah satu radio swasta di kota Semarang. 88.2 HOTFM adalah tempat saya bernaung, mencari nafkah, ilmu, sekaligus sebagai penghibur.

Baru sekitar satu bulan ini format radio kami berubah. Sebelumnya kami mengkhususkan diri untuk para pendengar dewasa, sehingga lagu - lagu yang diputar juga di era 70’s, 80’s, 90’s dan 2000.

Seiring dengan berjalannya waktu, kami akhirnya mengubah haluan. Saat ini paling tidak seperti format Gen FM, baik bidikan target audience, musik, format, dll.

Dan memang hasilnya sungguh luar biasa….Karena dari perolehan sms tiap harinya yang membludak. Walaupun tidak melakukan survey secara resmi, tapi dari hasil survey kecil - kecilan yang dilakukan oleh crew Hotfm, ternyata hampir semua minimarket (Indomaret, Asgros, AlfaMart, dll) baik yang di dalam kota Semarang maupun luar kota selalu tune in 88.2 HOTFM.

Memang benar sekali yang Bung Dodi tulis tentang fenomena Gen FM. Karena dengan format yang hampir sama, HotFM di Semarang juga bisa dibilang cukup fenomenal.

Dan yang menjadi kekurangan di Gen FM dalam penyebutan nomor telephone yang terkesan cuek itu, kami jauh - jauh hari telah mengantisipasinya dengan penyebutan yang sejelas dan sesering mungkin (pada awalnya).

Tidak menutup kemungkinan juga kalau kedepan Hotfm bisa berafiliasi dengan Gen FM……..

Kebetulan owner HOTFM Semarang adalah juga owner dari Prambors dan Female Semarang.

Mohon maaf kalau tulisan saya terlalu panjang, terima kasih untuk ilmu - ilmunya lewat tulisan Bung Dodi.

Yudhi Ardian
http://yudhiardian.2ya.com
http://hotfm88.2ya.com
Orang radio dan broadcast memang harus super kreatif dan terus mengikuti trend serta perilaku pendengar. Kalau tidak, ya wasalam! Sing penting, radio nggak bakalan mati, kalau punggawanya mau terus belajar.

http://dodimawardi.wordpress.com/category/radioku/






Tahap-tahap Pembuatan Feature Radio

1. Tentukan tema. Semua masalah bisa diangkat menjadi feature radio. Mulai dari masalah sosial, personal, politik, ekonomi, budaya dll. Tidak ada batasan tema apa yang bisa atau tidak bisa dijadikan bahan feature. Yang penting, bisa disajikan dengan sangat menarik!

2. Tentukan sudut pandang (angle). Sebuah tema bisa diulas dari 1001 macam sudut pandang. Kreativitas pembuatan feature berawal dari pemilihan tema dan penentuan sudut pandang.
3. Pastikan data-data pendukung bisa dikumpulkan (riset). Riset ini menjadi salah satu kunci keberhasilan sebuah liputan. Apalagi feature yang berdurasi lebih panjang dibanding program informasi lainnya. Di negara maju, radio-radio menampilkan feature berdurasi rata-rata 30 menit sampai 60 menit. Di Indonesia, sebagian besar baru mampu membuat feature dengan durasi 5 – 10 menit saja.
4. Tentukan narasumber dan waktu wawancara. Pastikan narasumber adalah sumbe utama dalam tema ini bukan narasumber kedua atau malah hanya pengamat saja (narasumber ketiga). Narasumber akan berpengaruh terhadap bobot feature Anda.
5. Siapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Jangan pernah sekali-sekali sombong dengan tidak menyiapkan daftar pertanyaan.
6. Pilih suara-suara atau bunyi atau musik yang akan dijadikan pelengkap feature. Tentukan sejak awal, bahkan sebelum naskah dibuat.
7. Pastikan suara/bunyi dan musik tersebut dapat diperoleh. Jangan pernah mencampuradukan suara/bunyi yang dibuat-buat seolah asli dari narasumber/peristiwa. Misalnya kejadian bom Bali, Anda memilih bunyi bom yang mudah dicari di internet atau dari film. Bila suara bom itu yang Anda pilih tanpa memberitahu pendengar bahwa suara itu bukan suara bom Bali, maka Anda telah membohongi publik. Demikian pula pemilihan musik latar feature tersebut, tidak boleh sembarangan.
8. Kumpulkan seluruh bahan-bahan selengkap mungkin.
9. Buatlah naskah berdasarkan tema, sudut pandang, hasil riset, hasil wawancara dan suara/bunyi pendukung. Kadang ada juga yang sudah membuat naskah (draft/naskah kasar) terlebih dahulu.
10. Pilih insert (potongan suara narasumber). Pastikan insert yang terpilih adalah yang terbaik (patokannya: penting atau sangat menarik).
11. Panjang insert harus dibatasi. Patokannya: begitu kuping merasa bosan mendengar suara insert itu, segera potong. Biasanya paling panjang 1 menit. Rata-rata 30 detik saja.
12. Bacalah keras-keras naskah yang sudah dibuat. Jangan pernah merasa naskah Anda sudah sempurna. Pasti akan ada revisi dan perbaikan. Dibaca keras berfungsi sebagai: 1. Editing buat telinga karena begitu telinga mengatakan tidak enak didengar berarti naskah itu harus diganti. 2. Sharing kepada orang disekitar Anda, yang diharapkan akan memberikan feedback kalau naskah Anda keliru.
13. Rekam suara (voice over). Pilih suara yang cocok untuk feature tersebut. Tidak semua narator cocok untuk feature dengan tema tertentu (misalnya tema yang bersifat sedih, gembira atau sinis).
14. Gabungkan (miksing) vo dengan insert dan suara pendukung.
15. Berkreasilah! Manjakan telinga pendengar Anda dengan feature tersebut. Seorang yang bersifat perfeksionis pasti akan lama memiksing sebuah karya feature radio. Seperti melukis, membuat feature radio juga membutuhkan pengerahan daya dan upaya yang kreatif. Tapi ingat, setiap feature radio selalu dibatasi oleh durasi dan deadline!

Label:

Kenali Karakter Radio 2

2. Personal

Hampir setiap radio punya kelompok pendengar. Istilah kerennya fans club. Sebaliknya, sangat jarang ada koran atau tv, yang punya fans club. Jarang juga kita dengar ada acara off air atau copy darat atau jumpa fans antara presenter televisi atau pengelola media cetak dengan pemirsa/pembacanya. Tetapi hapir semua radio, melakukan hal itu secara rutin.

Pendengar radio juga seringkali terobsesi dengan penyiar kesayangannya. Pokoknya, ngefans berat. Kapanpun si suara emas siaran, sang pendengar setia ini akan menyimaknya, dengan imajinasi seolah-olah si dia ganteng banget atau cantik sekali. “Suaranya empuk dan merdu sekali. Pasti wajahnya pun demikian”, begitu pikir mereka. Padahal, seringkali terjadi yang sebaliknya. Hal itu menunjukkan bahwa pendengar punya kedekatan emosional dengan radio yang disimaknya. Sehingga, mereka sangat percaya dengan radio tersebut. Apapun yang dilakukan oleh radio itu, akan diikutinya. Apapun yang diinformasikan oleh radio favoritnya, pasti dipercayainya.

Sifat personal semacam inilah yang tidak dimiliki oleh media selain radio. Mana ada pembaca yang ngefans berat dengan seorang wartawan? Jarang pula, ada penonton yang tergila-gila dengan pembaca berita/presenter, seperti kepada penyiar radio? Jarang juga ada pemirsa televisi yang rutin mengirim kue untuk penyiar kesayangannya, suatu hal yang lumrah terjadi di radio. Sifat personal ini didukung pula oleh kemudahan pendengar berinteraksi dengan penyiarnya. Mereka bisa setiap saat berkomunikasi dengan surat, kartu pos, sms atau telepon. Dan langsung diudarakan. Rasanya, hmm… seakan-akan melayang di udara.

Maka, ketika Anda memanfaatkan radio untuk bisnis Anda, jangan sampai lupa sifat personal radio. Pendengar sudah punya hubungan yang erat dengan radio tersebut secara personal, mungkin sangat emosional. Seorang pendengar akan hafal nama-nama penyiar, kebiasaan mereka, kapan mereka siaran dsb. Manfaatkanlah unsur kedekatan itu, dengan muatan yang sesuai.

Label:

Kenali Karakter Radio 1

Media radio siaran memiliki banyak sifat yang tidak dimiliki oleh media lain. Sifat tersebut ada yang positif, namun banyak pula yang negatif. Anda akan sukses bermitra dengan radio bila mampu memanfaatkan sifat-sifat positif dari radio. Intinya, segala hal yang Anda sampaikan di radio akan lebih efektif dan tepat sasaran.

Sifat radio yang tidak dimiliki media lain:

1. Theater Of Mind

Secara harfiah, theater of mind berarti ruang bioskop di dalam pikiran. Radio mampu menggugah imajinasi pendengarnya, dengan suara, musik, vokal atau bunyi-bunyian. Imajinasi yang muncul di benak pendengar muncul seketika dan membangun sebuah ruang bioskop yang berbeda-beda di setiap kepala, meski materi yang disampaikan sebuah radio sama. Pendengar punya latar belakang, pengalaman yang beragam. Imajinasi akan tergantung dari latar belakang dan pengalaman tersebut. Misalnya, seorang nelayan akan berpikir dan membayangkan perahunya, ketika mendengar pengumuman di radio, BBM akan naik, disertai dengan bunyi kucuran bbm di pompa bensin. Imajinasi berbeda muncul di kepala seorang sopir angkutan umum, yang langsung membayangkan sedang mengisi angkotnya dengan bbm di pompa bensin, yang akan menyebabkan semakin beratnya mendapatkan uang setoran. Lain lagi, imajinasi yang keluar di kepala seorang pemimpin perusahaan. Dia sudah pasti membayangkan sedang mengisi bbm mobil menterengnya, lalu berpikir keras akan kepusingan menghadapi kenaikan cost produksi dan demo buruhnya. Imajinasi ini akan semakin kaya, dengan kepandaian sebuah radio meramu dan meracik suara, musik, vokal dan bunyi-bunyian, menjadi harmoni yang indah. Media massa lain, tidak punya kemampuan sehebat radio dalam memancing imajinasi audiens.

Nah bagi Anda yang mau memanfaatkan radio, sampaikanlah pesan dengan memperhatikan karakter yang satu ini. Jangan hanya melulu berbicara data dan angka. Pendengar bisa pusing, bila yang disuapkan ke telinganya hanya angka, angka dan angka. Berikan penganan lain yang bisa dinikmati telinga

Label:

Jurnalis Radio Dipandang Sebelah Mata

Suatu hari, saya berbincang dengan seorang editor majalah. Kami berbicara tentang jurnalisme secara umum, termasuk jurnalisme radio. Dia mengatakan “Apa yang bisa dilihat dari radio? Wartawannya payah-payah. Pertanyaannya sangat tidak berbobot. Pokoknya saya belum melihat ada jurnalisme dalam radio di Indonesia saat ini”. Saya mencoba berargumen, bahwa jurnalisme radio baru muncul beberapa tahun lalu. Wajar jika keadaannya demikian. Soal kualitas, jangankan wartawan radio, wartawan media lainnya juga masih banyak yang amburadul.

Cerita itu hanyalah sebuah pragmen dari besarnya ketidakpercayaan banyak orang terhadap jurnalisme radio di Indonesia. Terutama wartawan cetak atau televisi yang sering mencibir. Ditambah lagi dengan sikap narasumber, yang seringkali menyepelekan wartawan radio. Seorang wartawan radio bercerita kepada saya, “Mas, anggota DPR itu nggak mau diwawancara oleh saya, seorang diri. Dia minta dipanggilkan wartawan lain, terutama dari televisi, atau koran”. Saya bilang, itu biasa. Saya juga sering mengalaminya. Bahkan, banyak narasumber yang menjadi tidak semangat berbicara ketika dia tahu, yang mengulurkan tape recorder adalah seorang wartawan radio. Ya, memang ini sering terjadi pada awal masa reformasi. Tetapi sampai kini, kejadian seperti itu tak jarang terjadi. Ada tugas ganda yang diemban wartawan radio ketika mengejar narasumber. Pertama, dan ini sulit, meminta narasumber agar bersedia diwawancara. Kedua, meyakinkan mereka bahwa untuk berita radio, wawancara harus direkam. Seringkali narasumber takut suaranya direkam, dengan berbagai alasan. Dengan 1001 alasan pula, wartawan radio harus memaksa narasumber untuk mau direkam. Hampir sama dengan televisi, yang juga harus disorot kamera. Bedanya, banyak narasumber yang ngebet masuk televisi. Jarang narasumber yang ngebet suaranya muncul di radio.

Jurnalisme Batu Loncatan

Tidak bisa tidak, untuk menampilkan jurnalisme radio yang sama dengan jurnalisme lainnya, maka peningkatan kualitas sumber daya manusia, menjadi prioritas. Harus diakui, radio seringkali hanyalah sebuah media alternatif di bawah televisi dan cetak. Tetapi dalam beberapa kondisi, radio menjadi media utama. Bahkan menjadi media andalan. Banyak contoh di daerah terpencil, radiolah yang menjadi sarana utama menyebarkan atau mendapatkan informasi. Radio bisa menjangkau wilayah yang mungkin tidak terjangkau televisi dan media cetak. Wilayah seperti itu, masih banyak di negeri ini. Kualitas sumber daya manusia menjadi sorotan editor majalah yang saya ceritakan di awal. Memang sulit menyebutkan wartawan radio di Indonesia yang bisa menjadi contoh. Saya juga kesulitan menyebutkan wartawan radio Indonesia yang berpengalaman dan handal di masa lalu. Mungkin ada dan katanya banyak. Sebut saja Riza Primadi, Toeti Adhitama Darmosugondo atau Maladi dan beberapa lagi. Tapi sebagian besar dari mereka kemudian berkembang dengan media lain, televisi atau cetak. Padahal mungkin wartawan senior itu bisa jadi panutan wartawan junior radio, jika tetap menggeluti dunia radio. Selepas perguruan tinggi, saya menjadikan radio hanya sebagai batu loncatan menuju media lain. Cita-cita saya ingin menjadi wartawan cetak khusus bidang olahraga. Sama sekali tak terpikirkan menjadi wartawan olahraga tapi dengan media radio. Saya sama sekali tidak sengaja terjun ke dunia radio. Dan ternyata, banyak teman yang berpikir atau mengalami nasib serupa. Radio tidak bisa menjadi sandaran hidup. Sesuatu yang kini mulai berubah di benak saya. Makanya, banyak wartawan handal radio yang hengkang ke media lain baik sesuai keinginan sendiri maupun terpaksa. Kebanyakan pindah ke media televisi, karena wartawan radio sudah punya modal suara bagus. Tinggal ditambah dengan kemampuan bahasa Inggris plus wajah menarik, jadilah sebagai jurnalis televisi. Kalaupun ada wartawan handal yang masih setia dengan radio, tetapi yang dituju adalah radio luar negeri. Sehingga kondisi jurnalisme radio di dalam negeri tetap payah. Banyak wartawan radio luar negeri asal Indonesia, tetapi sangat sedikit yang mau berbagi ilmu dengan wartawan radio dalam negeri. Sesuatu yang kini mulai sedikit-sedikit berubah. Biasanya, wartawan radio yang beralih ke media lain, ogah untuk kembali ke dunia radio. Ini juga yang menjadi penyebab mengapa jurnalisme radio kedodoran. Lebih jarang lagi, wartawan media lain yang ngungsi ke radio. Padahal, radio butuh pengembangan. Sedangkan jurnalisme radio perlu pembaharuan. Inovasi hanya muncul dari mereka yang memang sudah terlanjur ‘enak’ di radio. Yang sayangnya, inovasi bukan dalam bidang jurnalismenya tetapi bagaimana menjual radio. Sehingga yang muncul adalah radio yang berisi segala macam inovasi bidang hiburan.

Jurnalisme Radio Butuh Pelatihan

Menilik sejumlah kondisi itu, jurnalisme radio harus mendapatkan transfer ilmu sebanyak mungkin. Harus lebih banyak dibanding media lain, jika ingin mengejar berbagai ketinggalan. Pelatihan yang diselenggarakan berbagai lembaga lumayan banyak sejak era reformasi. Tetapi semuanya terbentur dana. Jika dana dari donor seret, pelatihan pun jadi melempem. Perlu cara lain, bagaimana menularkan ilmu, tanpa biaya yang besar. Masalah lain selama ini, pelatihan seringkali diberikan oleh wartawan radio yang masih bau kencur atau wartawan radio yang kurang pengalaman. Jangankan memberi pelatihan, dilatih saja banyak yang belum. Sehingga, hasil pelatihan tidak maksimal dan tidak ada tindak lanjut setelah selesai pelatihan. Ini harus menjadi pemikiran para insan radio di seluruh Indonesia. Wartawan radio butuh ilmu, butuh pelatihan sebanyak mungkin dan perlu pengalaman. Ah semoga saja, pelatihan wartawan radio semakin banyak. Dan jangan lupa, setiap radio pun seharusnya memberikan inhouse training yang cukup bagi wartawannya. Jangan pernah berhenti untuk belajar, biar kita tidak lagi dipandang sebelah mata oleh wartawan media lain. Dan fungsi kita sebagai penyampai informasi bisa dijalankan dengan lebih baik. Utan Kayu, 16 Februari 2002.

Label:

Produksi Siaran Radio sebelum midtest

PendahuluanApa Itu Radio?

 Radio adalah media auditif, yang hanya bisa dinikmati dengan alat pendengaran. Radio menjadi media penyampai gagasan, ide dan pesan melalui gelombang elektromagnetik, berupa sinyal-sinyal audio.

 Versi Undang-undang Penyiaran no 32/2002: kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana

pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran, yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.

Karakteristik Radio

- Theater of Mind

- Personal

- Sound Only

Karakter lainnya: At Once (cepat/segera/seketika), heard once (didengar sepintas), secondary medium/half ears media (teman dalam aktivitas), murah, mobile/portable (mudah dibawa/dipindahkan), lokal (factor kedekatan), linear.

Keunggulan Radio:

 Kemampuan untuk mengembangkan imajinasi pendengar (Theater of Mind).

 Kemampuan selektivitas memilah program dan segmen khalayak.

 Fleksibel karena mudah dibawa kemanapun.

 Personal sehingga mampu menjadi sahabat pendengar.

Jenis-jenis Radio

Berdasarkan Frekuensi:

1. Frekuensi Modulasi (FM) bergerak pada frekuensi 87 MHz sampai 108 MHz.

2. Amplitudo Modulasi (AM) atau Medium Wave (MW) berada pada jalur 540 sampai 1600 KHz.

3. Short Wave (SW) mempunyai ruang frekuensi yang sangat lebar yaitu dari 1600 KHz sampai 30.000 KHz.

Berdasarkan Penyelenggara:

 Radio milik negara

 Radio publik

 Radio swasta/komersial

 Radio komunitas (kampus/LSM)

 Radio asing

Berdasarkan Program:

Radio Hiburan/Musik

Radio Informasi/News

Radio Campuran

Radio Propaganda

Radio Religius

Jenis Program Radio

Ada dua kategori besar:

  1. Berita

- Current affair

- Feature

- Interview, dll.

  1. Hiburan

- Musik

- Humor

- Kuis, dll.

Plus kemasan-kemasan lain dan pendukung:

  1. Iklan
  2. Radio Eksposure/Promo
  3. Station Id’s
  4. Opening/Closing (Tune/Cue)

Tim Produksi Siaran Radio

Hiburan/Musik:

  1. Produser
  2. Penulis Naskah/Riset
  3. Direktur Musik (Music Director)

Berita:

  1. Produser
  2. Reporter
  3. Penulis Naskah/Riset
  4. Operator Produksi

Kemasan Pendukung:

  1. Produser/Kreator
  2. Penulis Naskah
  3. Operator Produksi

Tugas Tim Produksi

Produser:

- Bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan.

- Menyediakan produk tepat pada waktunya.

- Mengkoordinir tim produksi.

- Mengatur alur kerja tim produksi.

- Menyediakan semua keperluan tim produksi.

- Menjadi jembatan tim dengan pihak lain.

Penulis Naskah:

Menyediakan naskah sebagai bahan produksi/bahan siaran.

Menyediakan bahan tepat pada waktunya.

Memastikan keakuratan data dan pengayaan data melalui riset.

Reporter:

Mencari bahan di lapangan/luar kantor.

Menyediakan naskah siap baca.

Menyampaikan laporan dari lapangan

Direktur Musik:

Menyediakan musik yang dibutuhkan.

Memberikan masukan musik yang tepat.

Melaksanakan tugas tersebut sesuai waktunya.

Operator Produksi:

Memproduksi sesuai perintah produser.

Memiksing bahan mentah menjadi sebuah bahan layak siar.

Mengerjakan dalam tempo sesuai keperluan tim

Peralatan Produksi

Tape Recorder

Headphone/earphone

Komputer editing dengan software suara (cool edit) dan speaker.

Studio rekaman (studio berisi mikser, mike, speaker dan komputer bersoftware cool edit)

Peralatan Lengkap Studio Radio

Microphone

Audio Console (mixing console)

Tape Recorder

Real to real tape machine

CD (compact disc) player/writer

DVD (digital compact disc) player

Turntable (piringan hitam)

Power Amplifier (monitor)

Headphone

Computer

Unsur-unsur Inti Siaran Radio:

  1. Song
  2. Sound
  3. Silent
  4. Word

Empat unsur inilah yang harus diolah menjadi sajian yang menarik.

Software Audio

(yang standar adalah Cool Edit Pro atau Adobe Audio Pro):

Adalah software yang biasa digunakan untuk membuat program audio, baik vokal maupun musik.

Cool Edit menjadi software standar yang digunakan di hampir semua radio di Indonesia, meski ada sejumlah software lainnya. Hebatnya, hampir semua software yang digunakan adalah bajakan.

Copy Writing Radio Apa saja yang perlu copy writing?

  1. Naskah Station ID
  2. Naskah Iklan
  3. Naskah Ad-lib
  4. Naskah Radio Eksposur/Promo
  5. Naskah Cue Opening/Closing

Metode Copy Writing:

  1. Konsep Dasar: ditetapkan dalam format tertulis.
  2. Pendekatan Kreatif: yang membawa daya tarik untuk didengar dan dipercaya
  3. Konsep Bahasa Siaran: bahasa verbal – announcement & conversation – pemanfaatan kosa kata – phonetics – sintaksis – kaedah tata-bahasa – struktur

Struktur Copy Writing:

  1. Opening: introduction – attention getter
  2. Information: featuring problems & interest
  3. Message: to solve the problems – solution (ask for action)
  4. Identification: the sender

Formula Spot Writing:

    1. Attention Getter
    2. Need Step: menunjukkan kebutuhan & problem
    3. Satisfaction: memberi informasi tentang kepuasan (terpenuhi kebutuhannya)
    4. Visualisasi: perlihatkan hasilnya (akibatnya), dan …………….
    5. Action Step: meminta untuk “action” atau membuktikannya

Persiapan Copy Writing:

  1. Copy Writing: kerja kreatif
  2. Kerja menulis bahasa verbal
  3. Memahami “what to say” (product knowled-ge) dan menulis “how to say”
  4. Memahami psikografi dari prospect audience
  5. Memenuhi harapan AIDA (Attention – Interest – Desire – Action)
  6. Memiliki perbendaharaan kata & kosa-kata

Konsep Kreatif:

  1. Idiom: penggambaran pesan dalam bentuk penampilan adegan
  2. Gaya: penyampaian dengan memakai referensi tertentu
  3. Bunyi: musik & SFX yang melatar belakangi pesan
  4. Imaji: menarik – bisa dipercaya dan menggetarkan hati
  5. Wacana: kata-kata yang berisi pesan verbal
  6. Momentum: memanfaatkan events tertentu
  7. Talent: mampu mengembangkan kreatif pesan
  8. Skill: pada kerja produksi rekaman
  9. USP (Unique Selling Point): memiliki nilai jual – berbeda dengan yang lain)
  10. Waktu Siar: disiarkan pada waktu yang “paling” tepat

Langkah-langkah Membuat Station Id’s

  1. Pelajari segment radionya. Siapa pendengarnya? Bagaimana kebiasaan mereka? Apa kesukaan utama mereka? Dll. Ini penting untuk mendapatkan roh atau jiwa dari sebuah radio.
  2. Fahami format siarannya. Apakah hanya musik? Atau digabung dengan news? Musiknya musik apa? Dll. Ini penting untuk mengetahui karakter dari sebuah radio.
  3. Ketahui dengan pasti dan tepat, apa identitas radionya? Apakah radio ini mempunyai tagline? Moto? Atau sejenisnya? Jangan sampai salah menampilkan sesuatu yang bertentangan dengan tagline atau moto radio tersebut.
  4. Rancang kalimat yang singkat, jelas dan tepat sasaran sesuai dengan point 1,2 dan 3.
  5. Pilih musik instrumentalia (atau bikin sendiri lebih baik) yang sesuai dengan point 1 dan 2, serta sesuai dengan waktu ditayangkannya. Apakah ditayangkan pagi, siang, sore dan malam? Atau cocok untuk semua waktu tersebut.
  6. Berkreasilah…

Langkah-langkah Membuat Cue/Tune Opening dan Closing Program:

  1. Pelajari dengan seksama jenis programnya. Apa isi programnya? Siapa pendengarnya? Apa karakter programnya? Kalau perlu, pelajari juga karakter penyiarnya.
  2. Pastikan jadwal siarannya. Apakah pagi, siang, sore atau malam?
  3. Rancanglah kalimat yang sesuai dengan point 1 dan 2.
  4. Ingat, kalimat hanya singkat tapi jelas, dan memberikan informasi yang tepat yang dibutuhkan pendengar.
  5. Pilihlah musik yang sesuai dengan point 1 dan 2, serta sesuaikan karakter musiknya untuk opening, bridging atau closing.
  6. Berkreasilah…

Langkah-langkah Membuat Iklan Komersial atau PSA:

  1. Pelajari dengan seksama apa yang akan diiklankan. Apakah sebuah produk, jasa atau pengumuman?
  2. Pelajari dengan seksama apa tujuan iklan tersebut. Apakah perkenalan, pencitraan, memelihara produk atau menjual?
  3. Lakukan brainstorming ide (lebih baik dilakukan oleh lebih dari satu orang).
  4. Pilihlah ide yang paling kreatif dan sesuai dengan point 1 dan 2.
  5. Buatlah naskah yang terbaik berdasarkan point 3 dan 4.
  6. Lengkapi dengan sound effect dan musik yang pas.
  7. Pilih narator dan voice over yang tepat.
  8. Berkreasilah…

Langkah-langkah Membuat Radio Eksposure/Promo:

  1. Pelajari dengan seksama jenis programnya. Apa isi programnya? Siapa pendengarnya? Apa karakter programnya? Kalau perlu, pelajari juga karakter penyiarnya.
  2. Pastikan jadwal siarannya. Apakah pagi, siang, sore atau malam?
  3. Ketahui dengan pasti, apa tujuan program tersebut dipromokan. Sekedar memberi tahu, mengajak mendengarkan, atau meminta pendengar ikut berinteraksi?
  4. Lakukan brainstorming ide (lebih baik dilakukan lebih dari satu orang).
  5. Pilihlah ide yang paling kreatif dan sesuai dengan point 1 dan 2.
  6. Buatlah naskah yang terbaik berdasarkan point 3 dan 4.
  7. Lengkapi dengan sound effect dan musik serta cuplikan programnya.
  8. Pilih narrator dan voicer over yang tepat.
  9. Berkreasilah.....
http://dodimawardi.wordpress.com/2007/11/22/produksi-siaran-radio-sebelum-midtest/

Label:

UU penyiaran

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1997

TENTANG

PENYIARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. Bahwa penyiaran merupakan bagian integral dari pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dalam upaya mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa penyiaran melalui media komunikasi massa elektronik yaitu radio, televisi, dan media elektronik lainnya memiliki kamampuan serta pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku manusia serta memiliki peran yang penting dalam meningkatakankecerdasan kehidupanbangsa yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

c. bahwa dengan kemampuan dan pengaruh yang besar serta perannya yang setrategis tersebut, pertumbuhab dan perkembangan lembaga serta kegiatan penyiaran di Indonesia, perlu dibina dan diarahkan sehingga dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi terwujudnya tujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b di atas;

d. bahwa dengan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur penyelenggaraan penyiaran di Indonesia dengan Undang-Undang;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28, Pasal 31 ayat (1), Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi (Lembaga Negara Tahun 1989 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3391);

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman ( Lembaga Negara Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Negara Nomor 3473);

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENYIARAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

  1. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana tranmisi di barat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik, kabel, serat optik, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima oleh masyarakat dengan pesawat penerima siaran televisi, atau perangkat elektronik lainnya dengan atau tanpa alat bantu.
  2. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, dan karakter lainnya yang dapat diterima melalui pesawat penerima siaran radio, televisi atau perangkat elektronik lainnya, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu.
  3. Mata Acara adalah bagian dari siaran yang berisi muatan pesan yang disusun dalam suatu kemasan yang ditujukan kepada khalayak.
  4. Sistem Penyiaran Nasional adalah tatanan penyelenggaraan penyiaran nasional berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku menuju tercapainya dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran nasional.
  5. Siaran Sentral adalah siaran pemerintah yang wajib dipancarteruskan oleh seluruh sistem penyiaran nasional ke seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
  6. Siaran Bersama adalah siaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Pemerintah dan/atau Lembaga Penyiaran Swasta yang dipancarluaskan oleh jaringan penyiaran, baik yang bersifat lokal, regional, nasional maupun internasional.
  7. Siaran Nasional adalah siaran yang dipancarkan dengan wilayah jangkauan siaran meliputi seluruh atau sebagian wilayah negara Republik Indonesia.
  8. Siaran Regional adalah siaran yang dipancarkan dengan wilayah jangkauan siaran meliputi wilayah satu Propinsi.
  9. Siaran Lokal adalah siaran yang dipancarkan dengan wilayah jangkauan siaran meliputi wilayah di sekitar tempat kedudukan lembaga penyiaran atau wilayah satu Kabupaten/Kotamadya.
  10. Siaran Internasional adalah siaran yang dipancarkan dengan wilayah jangkauan siaran meliputi wilayah satu atau beberapa negara.
  11. Siaran Berlangganan adalah siaran yang dipancarluaskan dan/atau disalurkan khusus kepada pelanggan.
  12. Pola Acara adalah susunan mata acara yang memuat penggolongan, jenis, hari, waktu dan lamanya, serta kekerapan siaran setiap mata acara dalam satu periode tertentu sebagai panduan dalam penyelenggaraan siaran.
  13. Siaran Iklan adalah mata acara yang memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan barang, jasa, gagasan atau cita-cita dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
  14. Siaran Iklan Niaga adalah acara yang memperkenalkan, memasyarakakan dan/atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran dengan tujuan mempengaruhi konsumen atau khalayak sasaran agar menggunakan produk yang ditawarkan, yang disiarkan melalui lembaga penyiaran dengan imbalan.
  15. Siaran Iklan Layanan Masyarakat adalah mata acara yang memperkenalkan, memasyarakatakn, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita anjuran dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat dengan tujuan agar khalayak sasaran berpikir, berbuat dan bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan penaja iklan, yang disiarkan melalui lembaga penyiaran dengan atau tanpa imbalan.
  16. Badan Pertimbangan dan Pengendalian Penyiaran Nasional, yang selanjutnya disingkat BP3N, adalah lembaga nonstruktural yang merupakan wadah kerja sama sebagai wujud interaksi positif antara penyelenggara penyiaran, Pemerintah, dan masyarakat dalam membina pertumbuhan dan perkembangan penyiaran nasional.
  17. Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran, baik Lembaga Penyiaran Pemerintah, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus maupun penyelenggara siaran lainnya, yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berpedoman pada perturan perundang-undangan yang berlaku.
  18. Rumah Produksi adalah Perusahaan pembuatan rekaman video dan/atau perusahaan pembuatan rekaman audio yang kegiatan utamanya membuat rekaman acara siaran, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk keperluan lembaga penyiaran.
  19. Menteri adalah Menteri Penerangan

BAB II
DASAR, ASAS, TUJUAN, DAN ARAH

Pasal 2

Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3

Penyiaran berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemanfaatan, pemerataan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, kemadirian, kejuangan, serta ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Pasal 4

Penyiaran bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap mental masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan membangun masyarakat adil dan makmur.

Pasal 5

Penyiaran mempunyai fungsi sebagai media informasi dan penerangan, pendidikan, dan hiburan, yang memperkuat ideologi, politik, sosial budaya, serta pertahanan keamanan.

Pasal 6

Penyiaran diarahkan untuk :

  1. meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
  2. menyalurkan pendapat umum yang konstruktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan;
  3. meningkatkan ketahanan budaya bangsa;
  4. meningkatkan kemampuan perekonomian nasional untuk mewujudkan pemerataan dan memperkuat daya saing;
  5. meningkatkan kesadaran hukum dan disiplin nasional;
  6. meningkatkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis.

BAB III
PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 7

  1. Penyiaran dikuasai oleh Negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh Pemerintah.
  2. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , Pemerintah didampingi oleh BP3N.

Pasal 8

  1. Penyiaran diselenggarakan dalam satu Sistem Penyiaran Nasional.
  2. Sistem Penyiaran Nasional merupakan pedoman dalam menyelenggarakan penyiaran.

Bagian Kedua
Jenis Penyiaran

Pasal 9

1. Jenis penyiaran yang menjadi subsistem dari Sistem Penyiaran Nasional terdiri dari jasa penyiaran,jasa siaran, dan jasa layanan informasi yang menjangkau masyarakat luas sebagai berikut :

a. penyiaran radio atau televisi;

b. siaran radio dan/atau televisi berlangganan;

c. siaran untuk disalurkan sebagai materi mata acara penyiaran radio dan televisi atau materi saluran siaran berlangganan;

d. siaran audiovisual di lingkungan terbuka secara terbatas (closed circuit TV);

e. siaran melalui satelit dengan satu saluran atau lebih;

f. siaran radio dan/atau televisi untuk lingkungan khalayak terbatas;

g. siaran audiovisual berdasarkan permintaan (video-on-demand services);

h. layanan informasi suara dengan teks (audiotext services);

i. layanan informasi gambar dengan teks (videotext services);

j. layanan informasi multimedia;

k. jasa penyiaran, jasa siaran,dan jasa layanan informasi lainnya.

  1. Jenis siaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Pemerinah dan Lembaga Penyiaran Swasta.
  2. Jenis penyiaran sebagai dimaksud dalam ayat (1) huruf b sampai dengan huruf k, diselenggarakan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus.

Bagian Ketiga
Lembaga Penyiaran Pemerintah

Pasal 10

  1. Lembaga Penyiaran Pemerintah adalah suatu unit kerja organik di bidang penyiaran di lingkungan Departemen Penerangan, yang diberi wewenang khusus, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, serta berkedudukan di ibukota negara, yang stasiun penyiarannya berada di ibu kota negara, ibu kota propinsi, dan ibu kota kabupaten/kotamadya yang dianggap perlu.
  2. Lembaga Penyiaran Pemerintah mengutamakan usaha pemberian jasa penyiaran kepada seluruh lapisan masyarakat secara merata di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
  3. Lembaga Penyiaran Pemerintah terdiri dari Radio Republik Indonesia, Televisi Republik Indonesia, Radio Siaran Internasional Indonesia, dan Televisi Siaran Internasional Republik Indonesia yang dikelola secara profesional.
  4. Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia masing-masing menyelenggarakan berbagai acara siaran melalui beberapa programa/saluran, satu di antaranya merupakan saluran programa/saluran pendidikan.
  5. Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat menyelenggarakan siaran berlangganan dan jasa tambahan penyiaran radio data melalui siaran radio (radio data services) dan informasi teks melalui siaran televisi (teletext).
  6. Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat mengadakan kerja sama dengan pihak swasta nasional di bidang penyiaran atau bidang usaha lain yang dapat mendukung kegiatan penyiaran.
  7. Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Pemerintah diperolah dari :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);

b. alokasi dana dari iuran penyiaran, kontribusi, dan biaya izin penyelenggara penyiaran;

c. alokasi dana dari siaran iklan niaga Radio Republik Indonesia; dan

d. usaha-usaha lain yang sah.

8. Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyiaran Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Lembaga Penyiaran Swasta

Pasal 11

  1. Lembaga Penyiaran Swasta adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya khusus menyelenggarakan siaran radio atau siaran televisi.
  2. Lembaga Siaran Swasta didirikan oleh warga negara atau badan hukum Indonesia yang tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam kegiatan yang menentang Pancasila.
  3. Lembaga Penyiran Swasta dilarang didirikan semata-mata hanya dikhususkan untuk menyiarakan mata acara aliran politik, ideologi, agama, aliran tertentu, perseorangan, atau golongan tertentu.

Pasal 12

  1. Lembaga Penyiaran Swasta didirikan dengan modal yang sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum yang seluruh modal sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.
  2. Penambahan atau pemenuhan modal berikutnya bagi pengembangan Lembaga Penyiaran Swasta hanya dapat dilakukan oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah.
  3. Penambahan atau pemenuhan kebutuhan modal melalui pasar modal dilalkukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 13

  1. Pemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta, baik yang mengarah pada pemutusan di satu oarang atau di satu badan hukum maupun yang mengarah pada pemusatan di satu tempat atau di satu wilayah, dilarang.
  2. Kepemilihan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta dengan perusahaan media cetak dan Lembaga Penyiaran Swasta dengan Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi.
  3. Karyawan di lingkungan Lembaga Penyiaran Swasta diberi hak memiliki saham yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilikan dan kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

Lembaga Penyiaran Swasta dilarang menerima bantuan modal dari pihak asing.

Pasal 15

  1. Sumber pembiayaan lembaga penyiaran swasta diperoleh dari siaran iklan niaga dan usaha-usaha lain yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
  2. Lembaga penyiaran swasta dilarang memungut pembayaran wajib, kecuali lembaga yang menelenggarakan siaran berlangganan.

Pasal 16

  1. Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan siran radio didirikan di lokasi tertentu dari suatu wilayah, sesuai dengan peta lokasi stasiun penyiaran radio, yang jumlahnya ditetapkan oleh Pemerintah.
  2. Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan siaran televisi didirikan di ibu kota negara dan jumlahnya ditetapkan oleh Pemerintah.
  3. Lembaga Penyiaran Swasta hanya dapat menyelenggarakn siaran dengan satu programa/saluran siaran.
  4. Dalam keadaan terntentu Lembaga Penyiaran Swasta dapat ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendukung penyelenggaraan siaran internasional.

Pasal 17

  1. Lembaga penyiaran swasta wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran dari Pemerintah.
  2. Izin penyelenggaraan radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan izin penyelenggaraan penyiaran televisi di berikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat di perpanjang.
  3. Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan wilayah jangkauan siaran, dan khusus bagi penyiaran radio selain wilayah jangkauan siaran juga memperhatikan format siaran.
  4. Lembaga Penyiran Swasta wajib membayar biaya izin penyelenggaraan penyiaran dan kontribusi kepada Pemerintah, khusus Lembaga Penyiaran Swasta radio tidak wajib membayar kontribusi.
  5. Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan.
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), syarat dan tata cara perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta biaya izin dan kontribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

  1. Izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), termasuk pengggunaan frekwensi, sarana pemancaran, dan sarana tranmisi dikeluarkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instasi terkait.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

  1. Lembaga Penyiaran Swasta menetapkan pemimpin dan penanggung jawab penyelenggara penyiaran yang mencakup :

a. pemimpin umum;

b. penanggung jawab siaran;

c. penanggung jawab pemberitaan;

d. penanggung jawab tehnik;

e. penanggung jawab usaha.

  1. Khusus bagi Lembaga Penyiaran Swasta radio, pemimpin dan penaggung jawab penyelenggara penyiaran sekurang-kurangnya terdiri dari :

a. pemimpin umum;

b. penanggung jawab siaran;

c. penanggung jawab pemberitaan.

  1. Pemimpin dan penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia yang tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam kegiatan yang menentang Pancasila.
  2. Pertanggungjawaban hukum pemimpin umum Lembaga Penyiaran Swasta dapat dilimpahkan secara tertulis kepada penanggung jawab, sesuai dengan bidang pertanggungjawaban masing-masing.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, tanggung jawab, dan pelimpahan tanggung jawab pemimpin dan penanggung jawab penyelenggara penyiaran siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus

Pasal 20

Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus meliputi :

  1. penyelenggara siaran berlangganan melalui satelit;
  2. penyelenggara siaran berlangganan melalui pemancaran terestrial;
  3. penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel;
  4. penyelenggara siaran yang khusus untuk disalurkan ke saluran radio atau televisi berlangganan atau ke penyelenggara penyiaran untuk menjadi bagian dari siaran;
  5. penyelenggara jasa audiovisual secara terbatas di lingkungan terbuka (closed circuit TV);
  6. penyalur siaran melalui satelit dengan satu saluran atau lebih;
  7. penyalur siaran dalam lingkungan terbatas;
  8. penyelenggara jasa audiovisual berdasarkan permintaan ( vidio-on-demand services );
  9. penyelenggara jasa layanan informasi suara dengan teks ( audio text services );
  10. penyelenggara jasa layanan informasi gambar dengan teks ( vidiotext srvices );
  11. penyelenggara jasa layanan informasi multimedia;
  12. Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus lainnya.

Pasal 21

Lembaga Penyelengara Siaran Khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, harus berbadan hukum Indonesia dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Menteri.

Pasal 22

  1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 12, Pasal13, Pasal 14, Pasal 17 ayat (4) dan (5) serta Pasal 18, berlaku pula bagi Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus.
  2. Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus seperti tersebut dalam Pasal 20 wajib menyelenggarakan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan.

Pasal 23

  1. Penyelenggara siaran berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, harus menggunakan sarana pemancar ke satelit (uplink) yang berlokasi di Indonesia dan mengutamakan penggunaan satelit Indonesia.
  2. Penyelenggara siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam menyelenggarakan siarannya mengutamakan masyarakat di wilayah Indonesia sebagai sasarannya.
  3. Penyelengara siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus menjamin agar siarannya hanya dierima oleh pelanggan.

Pasal 24

  1. Penyelenggara siaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dan huruf c, dalam menyelenggarakan siarannya harus menyiarkan 1 (satu) siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri, sekurang-kurangnya 1 (satu) siaran produksi dalam negeri.
  2. Penyelenggara siaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, dalam menyelenggarakan siarannya harus menyiarkan 1 (satu) siaran produksi dalam negeri berbanding 5 (lima) siaran produksi luar negeri, sekurang-kurangnya 1 (satu) produksi dalam negeri.
  3. Perbandingan siaran produksi dalam negeri dengan siaran produksi luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), dapat ditinjau ulang oleh Pemerintah.

Pasal 25

Penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, harus menyalurkan siaran televisi baik dari Lembaga Penyiaran Pemerintah maupun lembaga penyiaran swasta, yang dapat diterima di wilayah lokal, tempat lembaga yang bersangkutan melakukan kegiatan siaran berlangganan.

Pasal 26

Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, syarat dan tata cara memperoleh izin serta biaya perizinan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22, dan jangka waktu berlakunya izin serta perpanjangan izin diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Lembaga Penyiaran Asing

Pasal 27

  1. Lembaga Penyiaran Asing dilarang didirikan di Indonesia.
  2. Lembaga Penyiaran Asing hanya dapat melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dan/atau kegiatan jurnalistik di Indonesia dengan izin Pemerintah.
  3. Lembaga Penyiaran asing yang melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dari Indonesia dapat membawa perangkat pengiriman siaran ke satelit setelah memperoleh izin Pemerintah.
  4. Lembaga Penyiaran Asing dapat membuka perwakilan atau menempatkan koresponden untuk melakukan kegiatan jurnalistik di indonesia dengan izin Pemerintah.
  5. Lembaga Penyiaran Asing dan kantor berita asing yang melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia, baik yang disiarkan secara langsung maupun dalam bentuk rekaman video
  6. Lembaga Penyiaran Asing yang menyewa fasilitas transmisi ke satelit dan transponder satelit Indonesia untuk siaran internasional dapat melakukan pengiriman siarannya dari Indonesia berdasarkan izin Pemerintah
  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dan kegiatan Lembaga Penyiaran Asing di Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh
Hubungan Antar lembaga Penyiaran

Pasal 28

Lembaga-lembaga penyiaran wajib menumbuhkan dan mengembangkan kerjasama serta iklim usaha yang sehat untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan yang dapat merugikan kepentingan siaran bagi masyarakat.

Pasal 29

  1. Dalam rangka menumbuhkan mengembangkan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, lembaga-lembaga penyiaran dan para praktisi penyiaran, masing-masing membentuk wadah kerjasama lembaga dan wadah kerjasama profesi.
  2. Lembaga-lembaga penyiaran wajib bergabung dalam wadah kerjasama lembaga dan par praktisi profesi penyiaran wajib bergabung dlam wadah kerja sama profesi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 30

  1. Pemerintah mengatur dan mengkoordinasikan kerja sama antar lembaga penyairan di dalam negeri dan antara lembaga penyiaran di dalam negeri dengan organisasi internasional atau lembaga penyiaran di luar negeri yang menyangkut kepentingan bersama.
  2. Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Swasta dapat mewakili Indonesia pada forum, badan, atau organisasi penyaiarn internasional.
  3. Lembaga Penyiaran Swasta dapat menjadi peserta atau anggota pada forum, badan, atau organisasi penyiaran internasional atas izin Pemerintah.

Pasal 31

  1. Dengan izin Pemerintah, kerja sama pemancaran siaran, teknik, dan jasa dengan Lembaga Penyiaran Asing di luar negeri dilakukan atas dasar prinsip saling menguntungkan.
  2. Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat melakukan kerjasama pemancaran siaran luar negeri dengan Lembaga Penyiaran Asing guna saling membantu untuk saling meningkatkan kualitas penerimaan dan jangkauan siaran di wilayah sasaran khalayak kedua belah pihak.

BAB IV
PELAKSANAAN SIARAN

Bagian Pertama
Isi Siaran

Pasal 32

  1. Sesuai dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran bagaimana diatur dalam Undang-undang ini, isi siaran Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Swasta wajib lebih banyak memuat mata acara saiarn produksi dalam negeri.
  2. Mata acara siaran radio dan televisi dalam negeri, paling sedikit 70 (tujuh puluh) berbanding 30 (tiga puluh) dengan mata acara siaran yang berasal dari luar negeri.
  3. Mata acara siaran dari luar negeri yang dapat disiarkan adalah yang tidak merugikan kepentingan nasional dan tata nilai yang berlaku di Indonesia, serta tidak merusak hubungan baik dengan negara sahabat.
  4. Isi siaran yang disiarkan oelh Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyaiarn Swasta harus sesuai dengan standar isi siaran, terutama program produksi dalam negeri dan program anak.
  5. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan pada anak dan remaja dengan menyiarkan acara pada waktu khusus.
  6. Materi siaran yang akan disiarkan hendaknya mengandung unsur yang bersifat membangun moral dan watak bangsa, persatuan dan kesatuan, pemberdayaan nilai-nilai luhur budaya bangsa, disiplin, serta cinta ilmu pengetahuan dan teknologi.
  7. Isi siaran yang mengandung unsur kekerasan dan sadisme,pornografasi, takhayul, perjudian, pola hidup permisif, konsumtif, hedonistis, dan feodalistis, dilarang.
  8. Isi siaran yang bertentangan dengan Pancasila, seperti halnya yang bertolak dari paham komunisme, Marxisme-Leninisme, dilarang.
  9. Isi siaran dilarang memuat hl-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa atau memuat hal-hal yang patut dapat duduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.

Bagian Kedua
Bahasa Siaran

Pasal 33

  1. Bahasa pengantar utama dalam pelaksanakan saiaran adalah bahasa Indonesia.
  2. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan saiarn sejauh diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu.
  3. Bahasa Inggris hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara.
  4. Bahasa asing lainnya di luar bahasa Inggris dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar hanya untuk mata acara pelajaran bahasa asing yang bersangkutan.
  5. Bahasa isyarat dapat digunakan dala pelaksanaan siaran televii tertentu yang ditujukan kepada pemirsa tunarungu.
  6. Mata acara berbahsa Inggris, dapat disiarkan dengan cara untuk radio diberi narasi dalam bahsa Indonesia, sedangkan utnuk televisi dapat diberi narasi atau teks bahsa Indonesia.
  7. Mata acara yang menggunakan bahasa asing di luar mata acara sebgaimana dimaksud dalam ayat (6), kecuali bahasa yang serumpun dengan bahasa yang serumpun dengan bahasa Indonesia, wajib diberi narasi dalam bahsa Indonesia untuk radio, sedangkan untuk televisi wajib disulihsuarakan ke dalam bahasa Inggris dan diberi narasi atau teks bahasa Indonesia.
  8. Mata acara berbahasa asing secara selektif dapat disulihsuarakan ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan keprluan mata acara tertentu.
  9. Penggunaan bahasa asing dalam acara siaran agama disesuaikan dengan keperluan ajaran agama yang bersangkutan.
  10. Bahasa asing dapat dipergunakan untuk mata acara siaran yang ditujukan ke luar negeri dalam acara siaran internasional sesuai dengan bahasa di wiliyah masyarakat sasaran.
  11. bahasa asing dalam mata acara siaran televisi yang berasal dari luar negegri dapat disiarkan di dalam negeri melalui saluran audio terpisah, yang hanya dapat diterima masyarakat dengan pesawat penerima siaran televisi yang memiliki fasilitas untuk keprluan tersebut.
  12. Penggunaan bahasa asing dalam mata acara siaran televisi dan siaran lainnya yang berasal dari luar negeri dan dipancarluaskan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Ketiga
Sumber Acara Siaran

Pasal 34

  1. Setiap lembaga penyiaran wajib mengutamkan mata acara yang bersumber dari dalam negeri, baik yang diproduksi sendiri maupun oleh rumah produksi di dalam negeri.
  2. Mata acara yang berasal dari luar negeri diperlakukan sebagai pembanding atau pelengkap dalam presentase yang lebih rendah daripada mata acara produksi dalam negeri.
  3. Setiap mata acara film atau rekaman video cerita yang akan disiarkan wajib terlebih dahulu memperoleh tanda lulus sensor dari Lembaga Sensor Film.
  4. Mata acara yang bersumber dari rumah produksi harus sesuai dengan standar isi siaran dan tidak boleh bertentangan dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
  5. Rumah produksi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus berbadan hukum Indonesia dan memiliki izin dari Pemerintah, sesuai dengan peraturan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  6. Persenase mata acara televisi yang disiarkan oleh Lembaga Penyiaran Swasta harus lebih besar bagi mata acara yang diproduksi oleh rumah produksi dalam negeri dibanding dengan mata acada yang diproduksi sendiri oleh Lembaga Penyiaran Swasta.
  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, pemilikan, permodalan, dan keenagakerjaan bagi rumah produksi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Relai Siaran

Pasal 35

  1. Siaran yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemerintah dalam bentuk siaran sentral wajib direlai oleh Lembaga Penyiaran Swasta.
  2. Mata acara siaran sentral, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi acara kenegaraan, siaran berita pada jam-jam siaran tertentu, dan acara atau pengumuman penting yang perlu segera diketahui oleh masyarakat.
  3. Lembaga penyiaran dalam negeri dilarang merilai siaran Lembaga Siaran Asing untuk dijadikan acara tetap.
  4. Merilai siaran dari luar negeri dapat dilakukan secara tidak tetap atas mata acara tertentu yang bersifat mendunia atau acara terpilih yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai relai siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Siaran Bersama

Pasal 36

  1. Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan siaran bersama.
  2. Siaran bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikoordinasi oleh Lembaga Penyiaran Pemerintah.

Bagian Keenam
Rekaman Audio

Pasal 37

  1. Tanggung jawab kelayakan siaran rekaman audio yang tidak diproduksi sendiri dibebankan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
  2. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan :

a. rekaman audio yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa yang memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa;

b. rekaman musik dan lagu dengan lirik yang mengungkapkan pornografi dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiaran rekaman audio diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh
Hak Siar

Pasal 38

  1. Lembaga penyiaran wajib memiliki hak siar untuk mata acara yang disiarkan.
  2. Kepemilikan hak siar harus dicantumkan secara jelas dalam penjelasan mata acara.
  3. Setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan Undang-undang tentang Hak Cipta.

Bagian Kedelapan
Klasifikasi Acara Siaran

Pasal 39

  1. Lembaga siaran wajib membuat klasifikasi acara siaran untuk film, sinetron, dan/atau mata acara tertentu, baik melalui radio maupun televisi, yang disesuaikan dengan kelompok umur khalayak dan waktu penyiaran.
  2. Klasifikasi acara siaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan baik pada saat diiklankan maupun pada waktu disiaran.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi acara siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesembilan
Siaran Berita

Pasal 40

  1. Lembaga Penyiaran Swasta dapat melaksanakan siaran berita.
  2. Dalam melaksanakan siaran berita, Lembaga Penyiaran Swasta harus memenuhi standar berita dan mentaati Kode Etik Siaran serta Kode Etik Jurnalistik.
  3. Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus yang menyelenggarakan siaran berlangganan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dilarang menyiarkan siaran berita yang dibuat sendiri.
  4. Rumah produksi sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (4) dilarang memproduksi mata acara untuk keperluan siaran berita, kecuali berita tertentu seperti karangan khas (feature) atau hal-hal yang menarik perhatian orang (human interest).
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan siaran berita diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesepuluh
Siaran Iklan

Pasal 41

Siaran iklan terdiri dari siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat.

Pasal 42

  1. Materi siaran iklan niaga harus dibuatoleh perusahaan yang memiliki izin Pemerintah atau oleh lembaga penyiaran itu sendiri.
  2. Siaran iklan niaga dilarang memuat :

a. promosi yang berjkaitan dengan ajaran suatau agama atau aliran tertentu, ajaran politik atau ideologi tertentu, promosi pribadi, golongan, atau kelompok tertentu;

b. promosi barang dan jasa yang berlebih-lebihan dan yang menyesatkan, baik mengenai mutu, asal, isi, ukuran, sifat, komposisi maupun keslianya;

c. iklan minuman keras dan sejenisnya, bahan/zat adiktif serta iklan yang menggambarkan penggunaan rokok;

d. hal-hal yang bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.

  1. Materi siaran iklan niaga harus dibuat dengan mengutamakan latar belakang alam Indonesia, artis, dan kerabat kerja produksi Indonesia.
  2. Materi siaran iklan niaga yang disiarkan melalui televisi harus memperoleh tanda lulus sensor dari Lembaga Sensor Film.
  3. Materi siaran iklan niaga yang disiarkan melalui radio dipertanggungjawabkan oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan.
  4. Siaran iklan niaga untuk anak-anak harus memperhatikan dan mengikuti standar isi siaran televisi untuk anak-anak.
  5. Siaran iklan niaga dilarang melebihi persentase waktu siaran iklan niaga yang ditetapkan, dan dilarang disisipkan pada acara siaran sentral, sebagaimana di maksud dalam Pasal 35 ayat (2), dan pada acara siaran agama.
  6. Isi siaran iklan niaga harus sesuai dengan standar isi siaran.
  7. Lembaga penyiaran mengutamakan untuk menerima dan menyiarakan ikaln niaga yang dipasang oleh perusahaan yang menjadi anggota asosiasi perusahaan periklanan yang diakui oleh Pemerintah.

Pasal 43

Siaran iklan layanan masyarakat wajib diberi porsi sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari waktu siaran iklan niaga di Lembaga Penyiaran Swasta, dan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) menit dalam sehari bagi Lembaga Penyiaran Pemerintah yang disiarkan tersebar sepanjang waktu siaran.

Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut mengenai siaran iklan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 45

Ketentuan mengenai penyelenggaraan siaran iklan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, diatur denga Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesebelas
Pola Acara

Pasal 46

  1. Lembaga penyiaran wajib menyusun pola acara.
  2. Lembaga penyiaran wajib membuat penggolongan acara siaran yang memuat jenis, tujuan, dan maksud acara siaran tersebut.
  3. Waktu penyiaran mata acra sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disesuaikan dengan masyarakat sasaran, kecuali untuk acara-acara tertentu yang terpilih.
  4. Pola acara yang dibuat oleh Lembaga Penyiaran swasta harus mendapat rekomendasi dari BP3N.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pola acara, penggolongan acara dan waktu penyiaran mata acara, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua Belas
Wilayah Jangkauan Siaran

Pasal 47

  1. Wilayah Jangakauan Siaran meliputi :

a. wilayah siaran nasional;

b. wilayah siaran regional;

c. wilayah siaran lokal;

d. wilayah siaran internasional.

  1. Wilayah jangakuan siaran Lembaga Penyiaran Pemerintah ditentukan sebai berikut :

a. Stasiun penyiaran radio wilayah jangkauan siarannya adalah wilayah siaran nasional, wilayah siaran regional, wilayah siaran lokal, dan wilayah siaran internasional.

b. Stasiun penyiaran televisi wilayah jangkauan siarannya adalah wilayah siaran nasional, wilayah siaran regional, wilayah siaran lokal dan wilayah siaran internasional.

  1. Wilayah jangkauan siaran Lembaga Penyiaran Swasta ditentukan sebagai berikut :

a. Stasiun penyiaran radio wilayah jangkauan siarannya adalah wilayah siaran lokal;

b. Stasiun penyiaran televisi wilayah jangkauan siarannya adalah siaran nasional.

  1. Wilayah jangkauan siaran Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus ditentukan sebagai berikut :

a. untuk penyelenggaraan siaran radio atau televisi berlangganan melalui satelit, jangakauan siarannya meliputi seluruh wilayah Indonesia;

b. untuk penyelenggaraan siaran radio atau televisi berlangganan melalui pemancar terestrial, jangkauan siarannya meliputi wilayah di sekitar tempat penyelenggaran siarannya;

c. untuk penyelenggaraan siaran radio atau televisi berlangganan melalui kabel, jangakauan siarannya meliputi daerah sekitar tempat penyelenggaraan siarannya;

d. ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah jangkauan Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  1. Lembaga penyiaran dan Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus dilarang memperluas wilayah jangkauan siarannya melebihi ketentuan sebagaimana tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran yang dimilikinya.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah jangkauan siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah

Bagian Ketiga Belas
Sarana Tehnik Siaran

Pasal 48

  1. Setiap lembaga penyiaran wajib menggunakan saranan tehnik siaran yang sesuai dengan standar sistem dan memenuhi standar kinerja tehnik yang ditetapkan oleh Pemerintah.
  2. Setiap lembaga penyiaran wajib mengutamakan penggunaan sarana tehnik yang telah dibuat dalamnegeri, sejauh telah tebukti sesuai dengan standar sistem dan memenuhi standar kinerja tehnik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berdasrkan hasil pengujian lembaga yang berwenang.
  3. Setiap lembaga penyiaran swasta wajib menyediakan sarana dan prasarana sendiri sehingga mampu melaksanakan siaran secara mandiri sebagaimana layaknya sebuah lembaga penyiaran.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana tehnik siaran, standar sistem, dan kinerja tehnik, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49

  1. Pemerintah mengatur penggunaan sistem pemancaran radio dan televisi dangan mempertimbangkan perkembangan tehnologi.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sistem pemancaran radio dan televisi, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat Belas
Perangka Khusus Penerima Siaran

Pasal 50

  1. Perangkat khusus penerima siaran sebagai alat bantu untuk penerimaan siaran dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk keperluan komersial dan nonkomersial.
  2. Penggunaan perangkat khusus penerima siaran untuk tujuan komersial dapat dilakukan oleh badan usaha berbadab hukum Indonesia dengan ketentuan :

a. Memiliki izin yang diberikan Pemerintah;

b. Memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah.

  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan perangkat khusus penerima siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima Belas
Jasa Tambahan Penyiaran

Pasal 51

  1. Pelaksanaan jasa tambahan penyiaran oleh Lembaga Penyiaran Swasta dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Pemerintah.
  2. Pelaksanaan jasa tambahan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib menggunakan standar sistem dan memenuhi kinerja teknik yang ditetapkan Pemerintah.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan jasa tambahan penyiaran, standar sistem, dan kinerja teknik diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
TATA KRAMA SIARAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 52

  1. Penyelenggaraan penyiaran wajib senantiasa berusaha agar pelaksanaan kegiatan penyiaran tidak menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  2. Siaran wajib dilaksanakan dengan menggunakan bahasa, tutur kata, dan sopan santun sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Bagian Kedua
Kode Etik Siaran

Pasal 53

  1. Penyelenggaraan penyiaran wjib menghormati dan menjunjung tinggi Kode Etik Siaran yang disusun dan ditetapkan oleh organisasi lembaga penyiaran dan organisasi profesi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, sebagai dalam pelaksanaan siaran.
  2. Untuk menjaga terlaksana dan dihormatinya Kode Etik Siaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 91), organisasi lembaga penyiaran dan organisasi profesi penyiaran membentuk Dewan Kehormatan Kode Etik Siaran.

Bagian Ketiga
Wajib Ralat

Pasal 54

  1. Lembaga penyiaran wajib meralat isi siran dan/atau berita apabila diketahui terdapat kekeliruan atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan/atau berita.
  2. Ralat atau pembetulan wajib dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam berikutnya atau pada kesempatan pertama pada ruang mata acara yang sama, dan dalam bentuk serta cara yang sama dengan penyampaian isi siaran dan /atua berita yang disanggah.
  3. Ralat atau pembentulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (20), tidak membebaskan lembaga penyiaran dari tangung jawab atau tuntutan hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai ralat atau pembetulan, diatur dengan keputusan Menteri.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 55

  1. Pembinaan dan pengendalian penyiaran dilakukan sesuai dengan dasar, asas, tujuan, fungsi dan arah penyairan agar penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undanag ini dapat terwujud.
  2. Pembinaan dan pengendalian penyiaran dilakukan untuk menjamin :
    1. Kepentingan masyarakat sebagai kontributor, konsumen, dan pemakai penyiaran terlindungi;
    2. Mutu keseluruhan aspek penyiaran semakin meningkat;
    3. Iklim usaha dan kebebasan berkreasi penyelenggara penyiaran serta kebebasan berekspresi masyarakat secara bertanggung jawab semakin berkembang;
    4. Jangkauan penyiaran semakin merata;
    5. Daya saing penyiaran nasional semakin sehat.
  3. Pembinaan dan pengendalian penyiaran dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan BP3N secara proaktif, intensif, terpadu dan berkesinambungan dengan memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bagian Kedua
Peran Pemerintah
Khusus dalam Pembinaan dan Pengendalian

Pasal 56

  1. Dalam melakukan pembinaan dan pengendalian penyiaran, Pemerintah :

a. Menetapkan kebijakan penyaiarn;

b. Menyusun dan menetapkan peraturan yang terkait dengan penyiaran;

c. Merencanakan, menyusun dan menentukan peta lokasi penyiaran;

d. Menetapkan klasifikasi dan standar isi siaran;

e. Menghimpun, mengalokasikan, memanfaatkan dan mempertanggungjawabkan dana baik dari iuran penyiaran, kontribusi, biaya izin penyelenggaraan penyiaarn, siaran ikan niaga Radio Republik Indonesia maupaun dari sumber usaha lain yang sah, yang dikelola oleh unit kerja tertentu.

f. Menerbitkan, memperpanjang, menangguhkan dan mencabut izin penyelenggaraan penyiaran;

g. Merencanakan, membina, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang penyaiarn;

h. Menetapkan dan mengatur penggunaan teknologi sarana penyaiaran, distribusi dan penerima siaran dan jasa layanan informasi.

i. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti keluhan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran;

j. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak terkait dalam bidang penyairan, baik di dalam maupaun di luar negeri.

  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penghimpunan, pengalokasian, pemanfaatan, dan pertanggungjawaban dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Peran Badan Pertimbangan dan Pengendalian Penyiaran
Nasional dalam Pembinaan dan Pengendalian

Pasal 57

  1. Dalam mendampingi Pemerintah menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian penyiatan, Pemerintah membentuk BP3N yang mempunyai tugas dan fungsi :

a. Memberikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan penyiaran;

b. Memberikan pertimbangan dalam penyusunan dan penetapan peraturan yang terjait dengan bidang penyiaran;

  1. BP3N terdiri dari unsur pemerintah, ahli dan tokoh dalam bidang pendidikan, kebudayaan, agama, penyiaran dan tokoh di bidang lainnya yang dianggap perlu, serta wakil organisasi lembaga penyairan, organisasi penyiaran, dan organisasi kemasyarakatan yang terkait dengan kegiatan penyiaran.
  2. dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BP3n membentuk komisi-komisi.
  3. Ketua dipilih oleh seluruh anggota diantaranya anggota BP3N yang tidak menduduki jabatan di pemerintahan.
  4. Untuk mendampingi Ketua BP3N ditunjuk Direjtur jenderal yang bertanggung jawab di bidang penyiatan sebagai sekretaris BP3N.
  5. ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, kedudukan, susunan keanggotaan, sumberdana, serta sarana dan prasarana BP3N, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Penyimanan Bahan Siaran

Pasal 58

  1. Lembaga penyiaran wajib menyimpan bahan saiarn yang sudah disiarkan, baik berupa rekaman audio, rekaman video, gambar, maupun naskah.
  2. bahan siaran yang mengandung nilai sejarah, baik secara nasional maupun internasional, diserahkan kepada lembaga yang bertugas menyimpan arsip sesuai dengan ketantuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Bahan siaran yang mempunyai nilai penting bagi dunai penyairan nasional disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib simpan bahan siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat 91), diatur dengan Peraturan pemerintah.

BAB VII
PERAN SERTA DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

Pasal 59

  1. Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam berkreasi, berkarya, dan berusaha, serta menyampaikan kontrol sosial dibidang penyiaran.
  2. Peran serta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diwujudkan, antara lain dalam bentuk :
    1. Mendirikan lembaga penyairan sesuai dengan ketantuan Undang-Undang ini;
    2. Memberikan sumbangan pikiran dan gagasan bagi peningkatan dan pengembangan mutu siaran;
    3. Mendirikan lembaga pendidikan dan pelatihan kepenyiaran;
    4. Melakukan pendidikan dan pelatihan profesi kepenyiaran;
    5. Mendirikan rumah produksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 60

  1. Setiap pemilik pesawat penerima siaran televisi dan pemilik perangkat khusus penerima siaran televisi wajib membayar iuran penyiaran.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai besar iuran penyiaran dan sanksi atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
PENYERAHAN URUSAN

Pasal 61

  1. Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan pemerintah di bidang penyiaran kepada Pemerintah Daerah.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan sebagian urusan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX
PENYIDIKAN

Pasal 62

  1. Selain penyidik pejabat negara Republik Indonesia juga pejabat pegawai sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan penyiaran diberi wewenang khusus sebagai penyidik, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang penyiaran sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
  2. Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang :

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang penyiaran;

b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang penyiaran;

c. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang penyiaran berdasarkan bukti permulaan yang cukup;

d. meminta keterangan dan bahan bukti dari atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang penyiaran;

e. memeriksa orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi sehubungan dengan pemeriksaan tindak pidana di bidang penyiaran;

f. melakukan pemeriksaan atas alat-alat atau bahan dan barang lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang penyiaran;

g. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil tindak pidana yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang penyiaran;

h. mengambil sidik jari, memotret seseorang, dan meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang penyiaran.

  1. Pelaksaan lebih lanjut mengenai kewenagan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB X
SANKSI ADMNISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA

Bagian Pertama
Sanksi Administratif

Pasal 63

  1. Pemerintah mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3); Pasal 12 ayat (1); Pasal 12 ayat (2); Pasal 13 ayat (1); Pasal 13 ayat (2); Pasal 13 ayat (3); Pasal 14; Pasal 16 ayat (3); Pasal 17 ayat (4); Pasal 17 ayat (5); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 11 ayat (3); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 12 ayat (1); Pasal 22 (1), jo. Pasal 12 ayat (2); Pasal 22 ayat (1) jo. Pasal 13 ayat (1); Pasal 22 ayat (1), jo.Pasal 13 ayat (2); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 13 ayat (3); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 14; Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 17 ayat (4), jo. Pasal 17 ayat (5); Pasal 22 ayat (2); Psal 23 ayat (1); Pasal 23 ayat (3); Pasal 24 auat (1); Pasal 24 ayat (2); Pasal 25; Pasal 27 ayat (3); Pasal 27 ayat (4); Pasal 27 ayat (6); Pasal 30 ayat (3); Pasal 31 ayat (1); Pasal 32 ayat (1); Pasal 32 ayat (2); Pasal 32 ayat (4); Pasal 32 ayat (5); Pasal 33; Pasal 34 ayat (3); Pasal 34 ayat (4); Pasal 34 ayat (5); Pasal 35 ayat (1); Pasal 35 ayat (3); Pasal 38 ayat (2); Pasal 39 ayat (1); Pasal 39 ayat (2); Pasal 40 ayat (2); Pasal 40 ayat (3); Pasal 40 ayat (4) Pasal 42 ayat (1); Pasal 42 ayat (7); Pasal 42 ayat (8); Pasal 43; Pasal 46 ayat (1); Pasal 46 ayat (2); Pasal 47 ayat (5); Pasal 48 ayat (1); Pasal 48 ayat (2); Pasal 50 ayat (2) huruf b; Pasal 51 ayat (1); Pasal 51 ayat (2); Pasal 52 ayat (1); Pasal 52 ayat (2); Pasal 54 ayat (1); atau Pasal 58 ayat (1) Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa :

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan pelayanan administrasi tertentu;

c. pembatasan kegiatan siaran;

d. pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;

e. pencabutan izin penyelengara penyiaran.

  1. Dalam pengenaan sanksi administratif sengaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e, Pemerintah mempertimbangkan pertimbangan BP3N.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Ketentuan Pidana

Pasal 64

Dipidana denga pidana penjara paling lama 7 Tujuh tahun atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) :

  1. barangsiapa denga sengaja menyiarkan melalui radio, televisi atau media elektronik lainnya hal-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama, atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa, atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, sabagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9); atau
  2. barangsiapa denga sengaja menyiarakan rekaman musik dan lagu-lagu dengan lirik yang mengungkapkan pornografi dan hal-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama, atau merendahkanmartabat manusia dan budaya bangsa atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa sebagimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b.

Pasal 65

Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan hal-hal yang bersifat sadisme, pornografi, dan/atau bersifat perjudian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (7), dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 66

Barangsiapa denga sengaja menyelenggarakan penyiaran tanpa izin aebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 67

Barangsiapa dengan sengaja mendirikan Lembaga Penyiaran Asing di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama (10) tahun atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 68

1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) :

a. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, jo. Pasal 21;

b. barangsiapa denga sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 20 huruf c, jo. Pasal 21.

2. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) :

a. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan melalui pemancaran telestrial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, jo. Pasal 21;

b. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran yang khusus untuk disalurkan ke saluran radio atau televisi berlangganan atau ke penyelenggara penyiaranuntuk menjadi bagian dari siaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d, jo. Pasal 21;

c. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyalurkan siaran melalui satelit denga 1 (satu) saluran atau lebih, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 huruf f, jo. Pasal 21;

d. barangsiapa denga sengaja tanpa izin menyalurkan siaran dalam lingkungan terbatas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g, jo. Pasal 21;

e. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menelnggarakan jasa audiovisual berdasarkan permintaan, sebgaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h, jo. Pasal 21;

f. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi multimedia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf k, jo. Pasal 21.

  1. Dipidana dengan dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) :

a. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa audiovisual secara terbatas di lingkungan terbuka, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e, jo. Pasal 21;

b. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi suara dengan teks, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf i, jo. Pasal 21;

c. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi gambar dengan teks, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf j, jo. Pasal 21.

4. Ketentuan mengenai sanksi pidana terhadap barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f, jo. Pasal 20, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 69

Barangsiapa dengan sengaja memindahtangankan izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 70

Barangsiapa tanpa izin melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dan/atau kegiatan jurnalistik asing di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 71

Barangsiapa tanpa izin melakukan kerja sama pemancaran siaran dengan lembaga penyiaran asing di luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua raus juta rupiah).

Pasal 72

Barang siapa tanpa izin menggunakan perangkat khusus penerima siaran untuk tujuan komersial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 73

Barangsiapa menyiarakan iklan niaga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 74

Barangsiapa menyiarakan iklan niaga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 9 (senbilan) bulan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 75

Atas perintah pengadilan, rekaman audio dan rekaman audiovisual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dan Pasal 65 dirampas untuk dimusnahkan, sedangkan perangkat atau peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 72 dirampas untuk negara.

Pasal 76

  1. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 adalah kejahatan.
  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, dan Pasal 74 adalah pelanggaran.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 77

  1. Dengan berlakunya Undang-undang ini, segala segala peraturan pelaksanaan di bidang penyiaran yang berlaku serta badan atau lembaga yang telah ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarakan Undang-undang ini.
  2. Lembaga penyiaran yang sudah ada sebelum diundangkannya Undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini.
  3. Dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, Pemerintah harus sudah mengubah atau menyesuaikan organisasi Lembaga Penyiaran Pemerintah dan lembaga atau unit yang berkaitan dengan penyiaran di lingkungan Departemen Penerangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 78

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengudangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Rapublik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 1997

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

S O E H A R T O

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 September 1997

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

M O E R D I O N O

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 72

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET R.I

Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan

ttd

Lambock V. Nahattands

Label: